Saturday, June 18, 2011

TANAH PEREMPUAN : PENGHARGAAN PEREMPUAN KEPADA PEREMPUAN

Helvy Tiana Rosa
Persoalan gender memang selalu heboh dalam saat dan ruang. Gender yang dimaksudkan pergulatan tentang penokohan dan kepala dalam setiap organisasi. Seperti Tun Fatimah, Laksamana Keumalahayati dan sudah tentu Cut Nyak Dhien, watak ini sentiasa meraih perhatian para tokoh seniman dan penulis. Termasuk penulis muda Helvy Tiana Rosa yang menokohkan Cut Nyak Dhien dalam Tanah Perempuan.

Tanah Perempuan ( Lapena, 2006 ) adalah naskah drama lingkung 10 terbaik daripada 300 naskah yang mengikuti Lomba Lokakarya Perempuan Naskah Drama yang dianjurkan oleh Dewan Kesenian Jakarta ( 2006 ) bagi menyambut 7 Women Playwrights International ( Jakarta, 2006 ) Helvy dilahirkan di Medan, pada 2 April 1970. Mempunyai pendidikan tinggi peringkat S1 di Fakultas Sastra Universitas Indonesia ( 1995 ) S2 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Jurusan Ilmu Susastra ( 2004 ) dan S3 di Fakultas Bahasa Universitas Negeri Jakarta. Mempunyai  daftar kegiatan sosial yang panjang dan anugerah yang berjela antaranya 10 Perempuan Penulis Paling Terkenal di Indonesia ( 2009 ) Wanita Indonesia Inspiratif versi Tabloid Wanita Indonesia ( 2008 ) Dosen Berprerstasi Universitas Negeri Jakarta ( 2008 ) Tokoh Sastra Eramuslim Award ( 2006 ) serta Lokomotif Penulis Muda Indonesia versi Koran Tempo ( ( 2003 )

Tanah Perempuan dihasilkan bagi menghargai pahlawan perempuan Aceh. Perempuan Aceh  bagi penulis adalah nadi sejarah. Dalam naskah ini, Safiah Cut Keumala ( Mala ) adalah seorang istri, ibu dan guru sejarah, berusia 35 tahun. Nama lengkapnya diambil dari nama Safiatuddin Syah, Cut Nyak Dhien dan Laksamana Keumalahayati yang merupakan tokoh pejuang asal Aceh.

Mala tinggal bersama suaminya Majid dan anak mereka Agam di rumah keluarga besarnya yang sederhana. Bersama seorang ayah yang dipanggl Abu ( Harun ) Mak ( Hafizah ) abangnya Ma'e serta Imran, adiknya. Ketakutan dan kepedihan telah dirasakan keluarga tersebut sejak  Mala remaja akibat pelaksanaan DOM ( Daerah Operasi Militery ) Namun kepedihan yang teramat sangat berawal ketika suatu hari, Ma'e , abangnya hilang.

Ternyata hilangnya Ma'e barulah awal dari kepedihan beruntun yang menimpa Mala dan keluarganya. Tak lama kemudian, Abu tewas ditembak orang tak dikenal di depan rumah mereka. Saat itu Mak sangat tergoncang, begitu pula Mala dan anggota keluarga yang lain.

Imran menyarankan agar mereka semua berhijrah ke Penang. Meski tak punya saudara, dengan bekal sedikit harta yang dimiliki, Imran yakin kehidupan keluarga mereka akan lebih baik. Namun Mala dan Majid tak setuju. Mereka merasa tempat mereka adalah Aceh. Dan apa pun yang terjadi, mereka coba akan bertahan. Imran tidak setuju dan dari saat itu hubungan mereka mulai renggang. Imran sendiri memiliki seorang kekasih bernama Surayya. Namun Surayya menghilang. Menurut tetangganya, Surayya bergabung dengan angkatan bersenjata dalam hutan. Imran patah hati.

Di suatu alam lain, Mala telah berhalusinasi bertemu Laksamana Keumalahayati, Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, Pocut Baren dan Poocut Meurah Intan. Dari sini bertukar-tukarlah kobar perjuangan di mana harus semangat masa lalu mengalir pada perempuan hari ini. Dengan mengumpulkan semangat mereka, Mala dan Surayya bangun menyusun semula kerosakan nonggroe yang lumpuh akibat tsunami. Tsunami yang paling berarti dalam kehidupan rakyat Aceh yang tidak putus-putus dilanda bencana dalam petualangannya menjadi manusia berwibawa.

Perempuan-perempuan Aceh sebenarnya menghargai dan mengakrapi segala kebobrokan Aceh. Sebelumnya, De Kemalawati telah muncul dengan Seulosoh ( Lapena, 2005 ) dan Siti Zainon Ismail ( Malaysia - tapi rindu Aceh ) menghasilkan Delima Ranting Senja ( Utusan, Kuala Lumpur, 2008 ) yang asli Aceh. Dalam Tanah Perempuan, Helvy menurunkan puisi ini.

hai inong Aceh dipat droe neuh
peu droe neuh ngop lam ie mata?
ingat geutanyoe nyoe inong Aceh
inong nyong beuhe ngon geumaseh

hantom menyerah

geutanyoelah inong nyong geumaseh
ibu pertiwi sepanjang masa
awak nyan
keumalahayati, safiatuddin, cut nyak, gata

nyoe mandum inong nyong beuhe
nyong hana habeh dipeulahe dibumoenyoe
hai inong Aceh dapat droe neuh?

( hai perempuan aceh, di mana kamu?
  apakah kamu berkubang dalam pedih
    dan airmata?
   ingat kita adalah perempuan aceh
   perempuan sejati yang penuh kasih
   dan pantang menyerah!

   kitalah para perempuan pemahat cinta
   ibu tanah ini sepanjang masa!
   maka sebut lagi nama mereka :
   keumalahayai, safiatuddin, cut nyak
   dhien, kamu!
   dan semua perempuan sejati
   yang tak habis dilahirkan tanah ini

   hai perempuan aceh, di mana kamu? )

Begitulah hendaknya karya-karya perempuan bermatlamat ganda. Bukan sahaja berkarya untuk kepentingan sastra tetapi selebihnya kepada ibu pertiwi dan dan bangsanya. Sejarah telah memberi sumber inspirasi untuk penulis berkarya dan janganlah hendaknya meraba-raba mencari sesuatu yang entah dari mana puncanya. Ya, perempuan adalah tonggak ibu pertiwi sepertimana Helvy, Siti Zainon dan De Kemalawati.

No comments:

Post a Comment