Saturday, May 14, 2011

HUBUNGAN PANAS DINGIN PRAM-JASSIN

Dalam beberapa tulisan saya yang lalu, saya telah menyerlahkan betapa intimnya hubungan Chairil - Jassin. Beberapa surat yang saya lampirkan ternyata begitu intimnya hubungan mereka berdua. Lahir Chairil adalah jergon dari goresan tangan emas Jassin. Begitu sebaliknya, Jassin juga ikut menumpang tuah atas tenor yang dipunyai Chairil.

Baru-baru ini saya temui pula hubungan Pramoedya - Jassin. Juga hubungan timbal balik. Sekiranya Chairil - Jassin berakhir baik ( mungkin kerana umur Chairil yang pendek ) hubungan panas - dingin Pram - Jassin sangat ketara. Ini kerana  perkawanan mereka bermula dari perusahaan dagang timah, bukan perkawanan sastra seperti umumnya. Bebarapa catatan tentang itu cuba saya catat di sini. Surat Pram tanggal 16 Maret 1952 kepada Jassin berbunyi begini; " saudara Jassin, contoh timah telah saya ambil, kerana ada yang butuh.. Sebentar saya akan kirimkan.. " Tiga pekan berikutnya tanggal 8 April 1952, kembali Pram menyurati.. " bersama ini saya sertakan master timah intertyp. Harap bisa dipakai dan beroleh sukses. Kalau tidak ada keberatan barangkali boleh juga sekalian ambil honorarium yang semalam saudara perlihatkan dan diserahkan kepada adik saya yang membawa surat ini.. "

Sudah tentu timah dan usaha niaga ini bagi menunjukkan kepada kita sudah ada persepahaman antara Pram-Jassin. Kemudian diikuti pengakuan Pram bahawa Jassin adalah dewa dan gurunya. Ketika itu usianya Pram baru 19 tahun, 8 tahun lebih muda dari Jassin sekitar tahun 1944 di zaman pendudukan Jepang. Beberapa kali bersama temannya, Pram bersilaturahmi ke rumah Jassin. Satu setengah tahun kemudian, Pram berkunjung lagi ke rumah Jassin setelah Jassin menerbitkan cerita pendeknya " Ke Mana " di dalam Pantja Raja. Terasa Pram terhutang budi kepada Jassin. Kunjungannya kali ini terasa akrap, dari kunjungannya terdahulu, kerana menurut Pram, " menanyai nama saja, Jassin tidak mau. "

Jassin juga menyodorkan buku karya de Saint Exupery kepada Pram. Katanya, " pelajarilah psikologi dan belajarlah karya sastra humanisme besar, " Pram benar-benar praktik humanisme sodoran Jassin. Menurut Pram pada sekitar 1951, beliau menjadi humanisme dengan memberi lebihan honorariumnya kepada teman-teman yang melahirkan, kesulitan, kematian, meneruskan pelajaran. Beberapa teman yang praktis hidup di kolong jembatan pun ia angkat dan dibawa ke rumahnya, dipelihara, dimodali, sampai akhirnya saya bangkrut sendiri. Kata Pram.

Namun Pram begitu kaget ketika dirinya kesulitan yang amat, mau pinjam uang Jassin, saat itu Jassin hanya tunduk tersenyum di balik kaca matanya. Lalu Pram menyadari, Jassin hanya mengajarinya teori dan bukannya hakikat sebenar ' humanisme praktis.'   Tapi rasanya hormat terhadap Jassin tidak berkurangan. Jassin tetap guru dan sahabatnya. Hingga pada setiap sampul bukunya sering tercatat," untuk guru dan sahabatku, H.B. Jassin "  Pram masih dapat membedakan antara ' ajaran ' dan ' siapa yang mengajarnya. '  Ajaran humanisme menyebabkan dalam karya-karyanya lahir kebencian pada kekerasan, kekasaran dan mengkabarkan kebiadapan komunisme juga para Bendoro.

Namun, setelah merasai kesakitan daripada sikap humanisme, keluar masuk penjara, mengertilah beliau, Jassin hanya bertutur dan berteori saja tentang humanisme dan begitu kukuh mendirikan benteng baja untuk dirinya sendiri. Bagi Pram, ' humanisme universal ' yang diusung Jassin hanya bisa diresapi oleh segelintir orang, yang hakikatnya anti-rakyat. Mengapa harus anti-rakyat? Ya, kerana bukan mereka yang memahami teorimu, kerana kemiskinan mereka. Barulah Pram menyadari, apabila kata-kata rakyat yang sering didukung oleh Pram menggugat Jassin. Ketika di penjara Bukitduri, Pram menulis, "  betapa sulitnya menyebelahi rakyat hingga saya terpaksa keluar masuk penjara. " Pada tahun 1963, diutusi surat selebar 12 halaman kepada Jassin, surat ' perpisahan ' antara dewa dengan hambanya, antara guru dengan muridnya. Surat itu dibalas Jassin dengan mengatakan, " saya berdoa agar Saudara kembali waras dari penyakit Saudara tidak berlarut-larut hingga jiwa Saudara tidak tertolong lagi, " Surat Jassin bertarikh 14 Januari 1964.

Begitulah, dan alam langit sastra Indonesia pun berjelaga antara humanisme dan tuturan mulut pengamalnya.

No comments:

Post a Comment