Kumpulan puisi sentiasa datang dan pergi. Saban waktu kumpulan puisi dari penyair kawakan dan penyair baru sentiasa diterbitkan. Kumpulan puisi Kembali Kepada Fitrah merupakan kumpulan puisi kedua dari penyair Rosmiaty Shaari yang diterbitkan oleh Institut Penterjemah dan Buku Malaysia ( ITBM ) Kumpulan puisi pertamanya Hitamputih Menjadi Zarah ( 2011 ) telah didiskusikan di Pusat Dokumentasi HB Jassin, Taman Ismail Marzuki ( TIM ) Jakarta, pada 28 Oktober 2011 oleh novelis dan kritikus terkenal Indonesia, Dr. Free Hearty dan kumpulan WOHAInya. Apabila kumpulan puisi keduanya terbit dan diberi kata pengantar oleh Dr. Free Hearty, sudah tentu ia menarik perhatian khalayak untuk mendapatkan dan membaca isinya.
Dalam kata pengantarnya, Dr. Free
Hearty mengulas buku yang mengandungi 80 buah puisi dan berketebalan 105
halaman muka surat ini. Katanya, ' membaca puisi-puisi Rosmiaty, saya seperti
bertemasya. Temasya spritual yang penuh estatika dan etika serta menyentuh
hingga ke lubuk jiwa. Saya terpesona dengan majas yang digunakannya, ( hal. xiv
) Dari penjelasannya, sudah tentu kumpulan puisi ini sarat dengan puisi-puisi
yang bersifat sufisme. Di sinilah tarikkannya. Dr. Free meneruskan, pemujaan
penyair terhadap Allah SWT terasa kental dalam karya. Penyair tampak berserah
diri dengan penuh sungguh kepada Sang Pencipta. Ada pula kepiawaian penyair
yang lain ketika dia menyandingkan potret alam dengan puisi-puisinya.
Menyandingkan visual dan verbal, memerlukan kecerdasan, agar ada garis hubung
antara gambar dan kata. Rosmiaty memiliki kemampuan ini.
Saya teringat kepada Martin
Heidegger yang mengajukan satu pertanyaan yang mendasar mengenai hubungan
penyair dengan kata-katanya, ' is anything more exciting and more dangerous
for the poet than his relation to words '
Saya tertarik dengan penfokusannya
yang mengatakan kata-kata dalam puisi ini menarik atau bahaya? Sudah tentu
puisi menelorkan bahasa-bahasa terbaik namun tidak dinafikan akan bahayanya
kata-kata dari sebuah puisi.
Puisi tetap relavan untuk sepanjang
masa. Puisi tidak akan punah dari tubuh kebudayaan kerana manusia sentiasa
memerlukan insting bagi nilai-nilai keindahan, seni atau lebih tepatnya insting
dasar manusia ( basic human instinct ) Penyair yang baik sayogianya
faham tentang psikologi massa terutamanya psikologi pembacanya. Penyair harus
tahu kehendak pembaca tentang puisi, panjang pendek puisi dan temanya. Ezra
Pound mengatakan penyair yang baik akan selalu hemah dengan bahasanya. Puisi
sebagai satu gagasan idea dan bukan cerita atau prosa, harus menghemahkan
bahasa agar ia memikat instuisi minda pembacanya. Sebab itulah puisi-puisi yang
berjaya dan selalu dikenang seperti puisi-puisi Latif Mohidin, Usman Awang atau
Chairil Anwar adalah puisi-puisi yang mempunyai hemah dalam pemilihan ayat yang
tepat dan berhemah pada bahasanya.
Rosmiaty Shaari bukan orang baru
dalam sastera. Beliau menulis cerpen sekitar tahun 1980-an di mana cerpennya
telah dikumpulkan dalam kumpulan cerpen ' Malam Seribu Malam ' terbitan
Teks Publishing, Kuala Lumpur ( 1987 ) Kumpulan cerpen yang mendapat sambutan
baik penggemar cerpen menjadi landasannya bagi menulis puisi pula. Seorang
penulis yang luas pengetahuan dalam bidang penyuntingan ini, sangat memperhalusi
tata bahasanya. Free Hearty menyedari hal ini dengan menyatakan, kualiti
dirinya tampak cemerlang lewat dunia kata dengan pemilihan diksi penuh
kelembutan dan keindahan. Rosmiaty jauh lebih ' lincah ' bersuara dalam dunia
kata. Dia berselancar dengan gerak-geri indah, meliuk dan membawa kita
berwisata spritual. Puisi yang mengarah kepada manusia pun tiada muncul dengan
nada amarah, meski menggunakan metafora yang berkesan menimbulkan perasaan itu.
Ini dituliskan dalam puisi ' Pisau dan Darah ' ( hal. 26 )
Kau sebilah pisau bermata dua
menyilau dalam cahaya
mengelar ikut selera
Aku darah merah menyala
berasal dari sumsum nestapa
senyap aku di pembuluh rahsia
Kau pisau bermata dua
menghiris dua luka
mengharap darah
mengalir tanpa merasa
dan aku tetap darah
yang mengalir dari luka yang parah
dari duka yang sangat merah
Kau dan aku adalah satu
tanpa kilauan matamu
tiadalah merah darahku
Dalam pemahaman saya, kata Free
Hearty, bahkan dalam kemarahan pun diungkapkan dengan romantisme yang manis. '
Kerana tanpa kilauan matamu, tiadalah merah darahku. ' Jadi tanpa
yang satu maka yang satunya lagi tidak akan berarti. Romantisme yang padat,
indah dan mengkagumkan. Sekiranya Dr. Free Hearty, seorang pengkaji sastera
nusantara, Indonesia dan Malaysia sudah menyatakan begitu, sudah tentu ia
menarik insting kita pula untuk membaca dan menafsirkannya. Bukan selalu kita
mendapat kata-kata indah dan bermadah. Sesekali terbit dan mudah pula untuk
kita mendapatkannya, apa salahnya kita membaca dan menilai dengan penuh
saksama. Inilah permintaan saya, agar buku puisi yang baik ini dapat
dimanfaatkan bersama.
No comments:
Post a Comment